Minggu, 20 Maret 2011

Masalah Pokok dalam Pembangunan Indonesia


TULISAN 1
MASALAH POKOK DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA

A. Dualisme Kepemimpinan / Peraturan
Dualisme kepemimpinan yang sesungguhnya tidak dikehendaki dalam alam demokrasi. Tugas dan kewenangan pemerintahan yang mengatur urusan publik, seperti sistem politik dan birokrasi pemerintahan, penegakan hukum, keuangan dan moneter, sistem pertahanan dan keamanan adalah urusan publik yang tidak kebal dari pengawasan institusi demokrasi yang rasional.
Pemimpin adalah salah satu unsur dari sebuah sistem. Unsur lainnya adalah peraturan dan ketaatan. Peraturan dalam konteks sistem non-manusia adalah Standard Operating Procedure (SOP). Ruang lingkup sebuah sistem bisa bervariasi. Sistem metabolisme sebuah virus bisa jadi adalah sebuah sistem terkecil. Ataukah ada yang lebih kecil dari itu. Sistem galaksi bisa dikatakan yang terbesar. Mungkinkah ada yang lebih agung darinya. Sebuah sistem bisa jadi merupakan subsistem dari sistem lainnya. Di sisi lain, sebuah sistem bisa menjadi sebuah supersistem dari sebagian sistem lainnya.
Berbicara tentang sistem memang tidak akan pernah ada habisnya. Tentang pemimpin saja sebagai satu unsur dari sebuah sistem diperlukan kajian yang luas dan mendalam. Tapi hal ini tentunya tidak boleh menyurutkan semangat kita. Karena pada prinsipnya, jika tidak bisa mengambil semuanya, maka janganlah tinggalkan semuanya.
Kali ini ingin mengungkapkan pemikiran tentang dualisme kepemimpinan. Idealnya, dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Dialah yang mengarahkan pengikut mengarah ke tujuan. Lantas, bagaimana jika dalam sebuah sistem terdapat dua pemimpin? Hal ini tidak bisa diterima. Karena dua pemimpin berarti dua pemikiran yang akan mengarahkan pengikut ke dua tujuan. Dan hal ini tidak boleh terjadi dalam sebuah sistem yang baik.
Apa jadinya jika Tuhan memiliki kuantitas lebih dari satu? Tentu sistem kehidupan akan bergejolak, mempertahankan arah masing-masing. Apa yang terjadi jika dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri sama-sama merasa jadi pemimpin? Mau dibawa kemanakah bahtera rumah tangga? Lihat saja apa yang terjadi pada sebuah partai politik yang saat ini terpecah menjadi dua kubu, karena keduanya mempertahankan pemimpin masing-masing. Contoh yang lain, ah, terlalu banyak contoh kasus dualisme kepemimpinan. Beginilah jika setiap orang keukeuh mempertahankan kepemimpinannya ketika bukan saatnya menjadi pemimpin. Kita sepakat, bahwa setiap diri adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Minimal pemimpin bagi diri sendiri. Tapi dalam lingkup kehidupan sosial, kita harus pandai menempatkan posisi yang tepat pada waktu yang tepat. Kita tidak akan mungkin selamanya menjadi pemimpin. Ada saatnya kita menjadi yang dipimpin.
Kepemimpinan itu sebuah hierarki. Dia bertingkat. Seorang pemimpin pasti memiki pemimpin. Kondisi inilah yang saat ini sering tidak kita pahami. Di saat seharusnya menjadi pengikut, ego pribadi menuntut diri untuk menjadi pemimpin. Di saat harus memimpin, keyakinan diri mengkerut sehingga hilanglah kewibawaan. Ketika momentum itu tidak kita pahami, maka terjadilah fenomena dualisme kepemimpinan. Kita memang harus lebih banyak belajar. Kapan saatnya menjadi pemimpin, bila waktunya menjadi yang dipimpin.

Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent.

Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

Ciri-Ciri Seorang Pemimpin
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Kepemimpinan Yang Efektif
Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.

Kepemimpinan Karismatik
Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.

B. PENDUDUK DAN KEMISKINAN
Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.
Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.
Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.
Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas.
C. IKLIM DAN GEOGRAFIS
Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya - yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.
Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini - yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar - Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya.
Sebagai sebuah organisasi global berskala internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada mempengaruhi kedua pihak yaitu masyarakat dan para pemegang keputusan atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai organisasi regional, Greenpeace Asia Tenggara memusatkan perhatian sebagai saksi langsung atas akibat dari perubahan iklim global, dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah yang sedang berlangsung. Greenpeace SEA juga berusaha mengupayakan perubahan kebijakan penggunaan energi di Asia Tenggara di masa depan - yaitu beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil kearah sumber-sumber energi yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan.
Taktik Kampanye Iklim dan Energi adalah mengkonfrontasi tantangan yang dimiliki industri berbahan bakar yang berasal dari fosil - terutama, pembangkit listrik pembakar-batubara dan penghasil energi berbasis-nuklir - sementara, di waktu yang sama menyuarakan dan mendorong solusi atas ketergantungan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai contoh, GreenpeaceSEA mempromosikan kebijakan dan proyek yang dapat menghasilkan energi murah berasal dari angin dan energi matahari, dan advokasi terhadap efisiensi energi alternatif.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.
Posisi geografis Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.
Letak Astronomis
Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Garis lintang adalah garis khayal yang melingkari permukaan bumi secara horizontal, sedangkan garis bujur adalah garis khayal yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT Berdasarkan letak astronomisnya Indonesia dilalui oleh garis equator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Garis equator atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0o.
Letak geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian.
Letak Geologis
Letak geologis adalah letak suatu wilayah dilihat dari jenis batuan yang ada di permukaan bumi. Secara geologis wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya gempa bumi.
D. PEMERATAAN PEMBAGIAN (INDONESIA TIMUR)
Banyak orang yang beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan dalam ketimpangan distribusi pendapatan atau disebut dengan ketimbangan relatif. Dengan kata lain, para ekonom berpendapat bahwa antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan distribusi pendapatan terdapat suatu trade off, yang membawa implikasi bahwa pemerataan dalam pembagian pendapatan hanya dapat dicapai jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu akan disertai penurunan dalam distribusi pendapatan atau kenaikan dalam ketimpangan relatif.
Menurut para kritikus, pembangunan ekonomi bukan hanya menyebabkan kenaikan dalam ketimpangan relatif, tetapi lebih parah lagi akan membawa pula kemerosotan taraf hidup absolut dari golongan miskin. Dengan kata lain, bukan saja ketimpangan relatif tetapi juga kemiskinan absolut akan bertambah akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hasil-hasil penelitian pertama mengenai hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang dilakukan oleh Prof. Simon Kuznets dari Universitas Harvard menunjukkan bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal pada umumnya disertai oleh kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam distribusi pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut.
A. Distribusi Pendapatan
Procovitch pernah menyampaikan beberapa dugaannya tentang sebab-sebab terjadinya kepincangan pembagian pendapatan yakni pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, perkembangan kota desa, dan sistem pemerintahan yang bersifat plutokratis. Beberapa aspek yang telah diduga oleh Procovits pada tahun 1955 dikembangkan oleh Kuznets, yang sampai dewasa ini masih dikenal dengan hipotesa Kuznets, yang menimbulkan kontroversi di kalangan peneliti distribusi pendapatan di berbagai negara. Hipotesa ini menyatakan bahwa hubungan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepincangan pembagian pendapatan pada tahap ini menjadi negatif. Jadi, tahap pertama pembangunan ekonomi akan mengalami tingkat kepincangan pembagian pendapatan yang semakin memburuk, stabil dan akhirnya menurun. Pola perkembangan ini menurut Kuznets tidak terlepas dari kondisi sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Penyebabnya adalah terjadinya konsentrasi kekayaan pada kelompok atas, kurang efektifnya pajak yang progresif, dan terjadinya akumulasi pemilikan modal.
Chiswick menyatakan bahwa dengan meningkatnya pembangunan ekonomi, kesenjangan pembagian penghasilan masyarakat juga meningkat, karena semakin cepat ekonomi berkembang, maka orang mengharapkan hasil yang semakin tinggi dari pendidikannya ; sementara, kesempatan pendidikan sangat terbatas. Tingkat partisipasi penduduk dalam lapangan pekerjaan berkaitan dengan jumlah penduduk muda yang sedang sekolah atau sedang bekerja. Pekerja-pekerja muda yang tingkat pendidikan dan keterampilannya relatif rendah akan memperoleh upah yang rendah pula, dan hal ini akan membuat pembagian pendapatan semakin senjang.
Sebaliknya, jika penduduk muda ini masih tetap menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, berakibat berkurangnya kelompok penduduk yang berpendapatan rendah sehingga akibat selanjutnya adalah tingkat kesenjangan distribusi pendapatan pun akan menurun. Masalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu :
1. Distribusi pendapatan antar golongan pendapatan atau ketimpangan relatif.
2. Distribusi pendapatan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan.
3. Distribusi pendapatan antar daerah (regional income disparities).

1. Distribusi Pendapatan Antar Golongan Pendapatan
Jika dilihat dari hasil penelitian SUSENAS dengan menggunakan koefisien Gini, maka akan terlihat bahwa distribusi pendapatan di daerah perkotaan di Jawa lebih buruk daripada daerah di luar Jawa, begitu pula dengan daerah pedesaannya daerah Jawa memiliki tingkat kesenjangan distribusi pendapatan yang rendah bila dibandingkan dengan daerah di luar Jawa.
2. Distribusi Pendapatan Antara Daerah Perkotaan dan Pedesaan
Menurut Gupta dari World Bank, pola pembangunan Indonesia memperlihatkan suatu urban bias, yaitu pembangunan yang berorientasi ke daerah perkotaan, dengan tekanan yang berat pada sektor industri yang terorganisir, yang merupakan sebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih parah lagi di kemudian hari. Menurut Micahel Lipton, seorang ekonom Inggris, urban bias seringkali terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia di mana alokasi sumber-sumber daya lebih banyak diprioritaskan di daerah perkotaan daripada pertimbangan pemerataan atau efisiensi. Kembali kita perhatikan penjelasan teori ekonomi yang dualistik tentang terjadi kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara sedang berkembang, maka pertama-tama relavansinya terlihat dalam pola kesenjangan yang berbeda antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Oshima menjelaskan keadaan ini (kesenjangan di desa lebih tinggi dari pada di kota), sebagai hal yang unik. Dia meramalkan kesenjangan tersebut akan lebih lebar jika proses pembangunan pedesaan masih akan berlanjut.
3. Distribusi Pendapatan Antar Daerah
Ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antar berbagai daerah di Indonesia serta penyebaran sumber daya alam yang tidak merata menjadi penyebab tidak meratanya distribusi pendapatan antar daerah di Indonesia khususnya.
B. Pemerataan Pembangunan
Jika dilihat dari hasil penelitian dan data-data statistik dalam dasawarsa yang lalu, akan terlihat bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi telah berjalan dengan pesat namun pertumbuhan yang pesat ini telah membawa akibat yang mengkhawatirkan, yaitu terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih buruk. Meskipun pertumbuhan mampu mengurangi persentase penduduk miskin namun di lain pihak sebagian penduduk miskin menjadi semakin miskin. Dengan demikian, Indonesia belum termasuk kelompok negara-negara berkembang yang telah berhasil dalam menggabungkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan distribusi pendapatan yang makin merata serta pengurangan kemiskinan absolut yang lebih pesat. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk melaksanakan pemerataan hasil-hasil pembangunan harus terus dilakukan oleh pemerintah. Pemerataan berarti suatu pembagian hasil produksi kepada masyarakat yang lebih merata, sehingga dirasakan keadilannya
Untuk mewujudkan pemerataan ini, Indonesia menerapkan “Delapan Jalur Pemerataan”, yaitu :
1. Pemerataan kebutuhan pokok rakyat.
2. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
3. Pemerataan pembagian pendapatan, khususnya melalui usaha-usaha padat karya.
4. Pemerataan kesempatan kerja melalui peningkatan pembangunan regional.
5. Pemerataan dalam pengembangan usaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran penduduk melalui transmigrasi dan pengembangan wilayah.
8. Pemerataan dalam memperoleh keadilan hukum.
Kenyataan bahwa Indonesia belum mampu melaksanakan pemerataan pembangunan mengaharuskan kita untuk juga memikirkan cara lain yang perlu ditempuh agar Indonesia dalam tahun-tahun mendatang lebih berhasil dalam menanggulangi masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan juga adalah strategi pembangunan alternatif yang dapat diterapkan di Indonesia. Jika kita melihat keberhasilan negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, dll dalam menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan yang merata, maka akan terlihat bahwa negara-negara tersebut secara umum telah menerapkan tujuh model pembangunan seperti yang dikemukakan oleh James Weaver, Kenneth Jameson, dan Richard Blue yaitu ;
1. Pembangunan yang mengutamakan penciptaan lapangan kerja.
2. Pembangunan yang mengutamakan penyaluran kembali investasi.
3. Pembangunan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari seluruh penduduk.
4. Pembangunan yang mengutamakan pengembangan sumber-sumber daya manusia.
5. Pembangunan yang mengutamakan perkembangan pertanian.
6. Pembangunan yang mengutamakan pembangunan pedesaan terpadu.
7. Pembangunan yang mengutamakan penataan ekonomi internasional baru.
Lima puluh satu tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Sukarno-Hatta, masyarakat Indonesia banyak mengalami perubahan perubahan sosial antara lain dibidang ekonomi yang secara nasional melalui indikator pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka relatif tinggi yang sekaligus membawa dampak terhadap aspek aspek kehidupan masyarakat. Indikator pembangunan lain yang juga meningkat pesat adalah hutang luar negri, defisit transaksi barang dan jasa, kesenjangan sosial antara kaya-miskin/kota-desa/Jawa-LuarJawa/pertanian-industri, meningkatnya korupsi/kolusi, penggusuran2 tanah, kerusakan lingkungan dan tindakan2 represif terhadap gerakan protest yang tidak bersenjata. Untuk menilai kinerja perubahan perubahan tsb. perlu dilihat kembali tujuan proklamasi kemerdekaan dan tujuan negara RI yang tercantum dalam Preamble yang antara lainnya adalah mencapai masyarakat yang adil & makmur serta berlandaskan peri kemanusiaan. Berdasarkan fakta bahwa masih terjadinya tindakan2 kekerasan (mis.peristiwa Ujungpandang & peristiwa 27 Juli yl.), banyaknya orang yang rumah/lahannya tergusur atau para buruh yang tertindas serta masih banyak indikator2 pembangunan yang memberi kesimpulan yang negatif, seyogianyalah praktek2 pelaksanaan pembangunan ditinjau kembali. Berikut ini akan dijabarkan praktek2 pelaksanaan pembangunan dilihat dari aspek sentralisasi-desentralisasi pembangunan daerah di Indonesia.
Dalam GBHN yang merupakan Ketetapan MPR dalam setiap sidang paripurnanya telah berulang kali digariskan bahwa salah satu prioritas utama pembangunan yang dicakup dalam trilogi pembangunan adalah pemerataan (lihat:GBHN 1993). Setelah 5 kali pembentukan MPR, dalam setiap periode legislatifnya, MPR hanya bersidang 2 kali yaitu sidang pada awal pengangkatan dan pada akhir masa jabatan. MPR yang berhak mengadakan sidang istimewa dan memanggil Presiden setiap saat manakala praktek pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan GBHN, selama ini tidak pernah memakai hak istimewanya, sekalipun indikator2 pemerataan antar kelompok masyarakat, antar daerah atau antar IBB dan IBT semakin memburuk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa MPR sebagai lembaga tertinggi tidak mampu mengamankan prioritas pembangunan dan GBHN yang disusunnya.
Dalam melaksanakan GBHN pemerintah Orde Baru menyusun Pelita yang setiap tahunnya dituangkan dalam APBN(Anggaran Pendapatan & Belanja Negara). APBN disusun oleh Bapenas berdasarkan DUP(Daftar Usulan Proyek) yang dikirim oleh Pemda dan Bapeda. Bapenas mempunyai otoritas dalam menyeleksi proyek2 pembangunan (DUP) menjadi DIP (Daftar Isian Proyek) yang selanjutnya diserahkan pada Departemen2 yang bersangkutan dan diteruskan ke Kanwil didaerah TK I & II. Instansi pemerintah didaerah pada hakekatnya perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, karena mereka diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah pusat; DPRD dalam hal ini tidak memiliki fungsi kontrol atas kelangsungan pembangunan daerah.
Proyek2 pembangunan tsb.(DIP) sebahagian besar dibiayai oleh penerimaan dari sektor Pajak Perseroan yaitu penerimaan dari sektor pertambangan (minyak bumi, gas alam, timah, emas, batubara dll), dari pinjaman luar negri, pajak import, Ppn (pajak penjualan), PBB (pajak bumi & bangunan), pajak nilai tambah dan pajak pendapatan. Seperti diketahui bersama bahwa dengan dalih pasal 33 ayat 1&2 UUD 45 pemerintah pusat melalui BUMN menguasai seluruh hasil2 sektor pertambangan. Dengan demikian baik penguasaan hasil bumi dan pajak dari daerah maupun penggunaan dana pembangunan sepenuhnya berada di pemerintahan pusat; dengan perkataan lain dilihat dari penyusunan rencana, penarikan dana serta pengelolaan dana pembangunan, methode pelaksanaan pembangunan di Indonesia berpola sentralisasi.
Pada zaman kolonial, pemerintah Belanda membangun sarana2 infrastruktur (jalan raya Daendels, rel KA dan pelabuhan2 laut serta infrastruktur kota2 besar) di pesisir Jawa untuk kepentingan2 perdagangan internasional mereka. Dalam masa pemerintahan Bung Karno keadaan tsb. tidak banyak berubah dan pada masa Orde Barupun pembangunan infrastruktur sangat "big city oriented". Pembangunan "industrial Zones" dilakukan dikota2 besar yaitu Jakarta & Surabaya dan prioritas pembangunan dipusatkan pada sektor industri yang relatif padat modal dibandingkan dengan sektor pertanian yang padat karya. Dengan demikian proyek2 PMDN & PMDA terkonsentrasi di dua kota tsb yang menyebabkan arus urbanisasi dari daerah2 pedesaan Jawa ke Jkt & Srby. Pada tahun 1993 Jakarta menerima 53% kredit perbankan dan 47% diterima oleh daerah Indonesia lainnya (lihat:BI, Laporan Statistik & Keuangan Indonesia, April 1994). Pertumbuhan penduduk perkotaan Jabotabek dan Gerbangkertosusilo lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk Indonesia, sebaliknya pertumbuhan penduduk pedesaan Jawa lebih lambat; proses ini mengakibatkan meningkatnya kesenjangan sosial antara desa-kota di Jawa. Terjadinya aglomerasi atau konsentrasi penduduk di kota2 besar meningkatkan kebutuhan akan infrastruktur kota seperti air bersih, perumahan, perkantoran, pengelolaan sampah, jalan raya, alat transportasi & jasa kesehatan. Tidak heran jika harga2 komoditi diatas miningkat pesat, sekalipun pemerintah selalu mengumumkan bahwa laju inflasi kurang dari 10% pertahun. Jika pola pelaksanaan pembangunan nasional terus berjalan seperti sekarang hanya memicu pertumbuhan ekonomi, kesenjangan2 beserta problematiknya akan bertambah parah dan kelestarian dari sistim pembangunan itu sendiri akan sirna. Agregasi perkembangan ekonomi disetiap daerah di indonesia adalah pembangunan nasional, bukan sebaliknya!. Meningkatnya hutang luar negri dan defisit transaksi barang dan jasa menunjukkan buruknya effisiensi perekonomian suatu negara. Oleh karena itu seyogianyalah pola pelaksanaan pembangunan ditinjau kembali sehingga effisiensi dan pemanfaatan potensi daerah2 bagi pembangunan nasional dapat dicapai.
Pembangunan yang egaliter hendaknya mengacu pada prinsip2 subsidiaritas dan prinsip accountability, yang sebenarnya tidak lain daripada prinsip demokrasi. Prinsip subsidiaritas ialah suatu prinsip pengorganisasian yang desentralistis dimana segala sesuatu yang bisa diselenggarakan oleh rakyat setempat (lokal), tidak boleh lagi diatur oleh pemerintah pusat. Pemberian hak otonom kepada daerah seharusnya tidak sekedar pemberian status (diatas kertas) tapi juga diberi hak & wewenang untuk memanfaatkan sumberdaya lokal untuk kepentingan penduduk setempat. Selain itu prinsip accountability juga harus diterapkan, karena prinsip inilah yang menjamin kedaulatan rakyat, dimana rakyat setiap saat melalui perwakilan atau organisasi kepentingan mereka berhak dan berwenang untuk mengontrol jalannya proses pelaksanaan pembangunan yang menyangkut kehidupan mereka. Pemerataan pembangunan atau yang disebut trickle down effects tidak akan datang begitu saja jika tidak ada mekanismenya. Hanya organisasi2 masyarakat (dalam hal ini lembaga2 kenegaraan) yang berazaskan kedua prinsip diatas yang dapat menghasilkan pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan segenap lapisan masyarakat. Dengan demikian dua tatanan penting bagi proses pembangunan yaitu pertumbuhan yang seimbang (balanced growth) dan pemerataan pembangunan (baik sektoral maupun interregional) bagi segenap lapisan masyarakat dapat dicapai.

Kamis, 10 Maret 2011

Kebijakan Moneter dan Fiskal Sektor Luar Negeri


TUGAS V
Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiskal Sektor Luar Negeri

A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Kebijakan fiskal dan moneter di perekonomian 4 sektor
Pengaruh krisis global terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com) negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

Kebijakan Fiskal


TUGAS V
Kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
• Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
• Pola persebaran sumber daya
• Distribusi pendapatan
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, khususnya Perekonomian Indonesia.

Anggaran belanja negara terdiri dari
• penerimaan atas pajak
• pengeluaran pemerintah (goverment expenditure)
• transfer pemerintah (government transfer)
government transfer
Biaya transfer pemerintah merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang tidak menghasilkan balas jasa secara langsung. Contoh pemberian beasiswa kepada mahasiswa, bantuan bencana alam dan sebagainya.

Salah satu pengaruh penerapan kebijakan fiskal adalah pada pendapatan nasional
Pada sistem perekonomian yang tertutup (tidak ada perdagangan internasional) maka pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G). Dirumuskan :
Y = C + I + G
Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi dirumuskan sebagai :
C = aY + b

Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai pendapatan yang dapat dibelanjakan diformulasikan sebagai :
YD = Y – Tx + Tr
YD = C + S
Dimana :
Tx : Pajak
Tr : Transfer pemerintah
S : Saving
Dimana saving dapat difungsikan sebagai :
S = (1-a)Y – b
Dengan pendekatan matematis dapat ditemukan adanya angka pengganda/ multiplier dalam perekonomian dengan penggunaan kebijakan fiskal, yaitu :
Angka pengganda investasi
Angka pengganda konsumsi
Angka pengganda pengeluaran pemerintah
Angka pengganda transfer pemerintah
Angka pengganda pajak

Kebijakan Moneter


TUGAS V
Kebijakan moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
1. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
1. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
1. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
1. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan:
a. Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
b. Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
c. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.

Kebijakan Pembangunan


TUGAS V
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

A. Kebijakan Pembangunan Pertanian
Dari aspek kondisi geografisnya, provinsi Kalimantan Selatan memang sangat strategis, yakni terletak antara 114º 20’ 49,2‘’ - 116º 32’ 43,4’’ Bujur Timur dan 1º 21’ 47,88’’ - 4º 56’ 31,56’’ Lintang Selatan. Kemudian berdasarkan konstelasi hubungan antarwilayah, provinsi ini berada di posisi sentral di antara kepulauan Nusantara yang menjadikan wilayahnya sangat terbuka dan merupakan jalur arus barang, jasa serta mobilitas sosial yang tinggi, terutama pulau Jawa, Sulawesi dan Bali, bahkan ke beberapa negara lain, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Sebagai salah satu pintu gerbang dari pulau Jawa, Kalimantan Selatan juga menjadi transit arus barang dan jasa dari dan ke provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Kalimantan Selatan yang terdiri dari 2 kota dan 11 Kabupaten ini memiliki luas wilayah sebesar 37.530 km² dengan jumlah penduduk 3.250.100 jiwa. Kepadatan penduduk sekitar 86 jiwa/km² dengan pertumbuhan sekitar 2,04% pertahun. Sebagaimana agenda dalam penciptaan Kalimantan Selatan yang unggul dan maju, maka sasaran pokok dengan prioritas dan arah kebijakan yang ditempuh salah satunya adalah “terwujudnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan Pembangunan daerah yang merata yang ditujukan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% per tahun. Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan meliputi :
• Berupaya untuk mengurangi angka pengangguran,
• Meningkatkan daya saing produk unggulan Kalimantan Selatan,
• Daerah berkembang secara merata berdasarkan pada unggulan masing-masing,
• Pengelolaan sistem usaha yang kompetitif dan profesional yang ditunjukkan dengan berkembangnya usaha-usaha ekonomi yang kecil, menengah dan besar dalam pengembangan komoditas unggulan yang dikelola secara profesional serta mulai berlakunya kegiatan perdagangan skala regional.
Dalam konteks inilah berbagai kebijakan yang diarahkan untuk Bidang Ekonomi sebagai mana yang sudah direncanakan meliputi:
• Peningkatan Ketahanan Pangan.
• Program Pengembangan Agribisnis
• Pengembangan Agribisnis Peternakan.
• Pengembangan Aquabisnis
• Pengembangan Kawasan sentra Produksi/Agribisnis Terpadu.
• Pengembangan Swasembada Ternak Sapi Potong.
• Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dna Pembinaan Daerah Pantai, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
• Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis.
• Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
• Peningkatan Produksi Kehutanan.
• Pengembangan Hutan Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan.
A. Program dan Kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan dan Holtikultura
Sektor Tanaman Pangan dan Holtikultura di Kalimantan Selatan merupakan salah satu sektor yang sangat strategis yang harus mendorong terhadap akselerasi kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung kebijakan ini, Dinas Pertanian memiliki visi adalah “Terwujudnya Pertanian Kalimantan Selatan yang Unggul dan Maju tahun 2010“
Ada beberapa sasaran yang harus ditempuh untuk tanaman pangan ini, meliputi:
1. Tersedianya produksi tanaman pangan dan holtikultura yang cukup, aman dan tersedia setiap saat.
2. Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat yang berkualitas.
3. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola usaha pertanian pangan dan holtikultura.
4. Meningkatnya jumlah dan kualitas usaha di bidang tanaman pangan dan holtikultura yang produktif dan efisien. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
5. Meningkatnya posisi tawar dan akses petani terhadap permodalan, pasar, teknologi dan lahan.
6. Meningkatnya kesempatan kerja dan berusaha di bidang tanaman pangan dan holtikultura.
Berdasarkan sasaran tersebut, ada 3 (tiga) program yang mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu Program Peningkatan Ketahan Pangan, Program Pengembangan Agribisnis dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Kalimantan Selatan hampir dapat dikatakan tidak mengalami masalah serius dalam penyediaan tanaman pangan. Dan bahkan pengembangan komoditas unggulan baik tanaman pangan maupun holtikultura terus dioptimalkan. Diantaranya untuk pengembangan komoditas tersebut antara lain :
a) Padi meliputi 11 (sebelas) Kabupaten, antara lain :
1) Padi Lokal pengembangannya di Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Banjar, Tala dan Tapin.
2) Padi Unggul, di Kabupaten tabalong, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar, Batola, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru dan Balangan.
b) Pengembangan Jagung, Jeruk, Pisang dan Rimpang
Pengembangan Jagung, Jeruk, Pisang, dan Rimpang
No. JENIS KOMODITAS SENTRA UTAMA SENTRA PENDUKUNG
1 Pengembangan Jagung Tanah Laut Kotabaru, Tanah Bumbu, HSS, HST
2 Pengembangan Jeruk Barito Kuala, Banjar, Tapin -
3 Pengembangan Pisang Banjar, Kotabaru, dan Balangan -
4 Pengembangan Rimpang: Jahe dan Kencur HST dan Tanah Laut -
c) Pengembangan Sertifikasi Benih
Untuk mendukung produksi dan produktivitas tanaman pangan dan holtikultura, perlu dukungan benih yang bermutu. Guna mendukung maksud tersebut BPSBTPH telah melaksanakan :
• Luas areal sertifikasi padi : 967.25 Ha.
• Luas areal sertifikasi Palawija : 98.16 Ha.
• Luas areal sertifikasi Jeruk : 629 Ha.
• Jumlah benih yang diawasi, padi 2.875,44 ha, Palawija 73.46 ha dan Jeruk 360.000 Batang.
• Kemudian telah melepas varietas unggul nasional:
1. Rambutan: Antalagi, Garuda, Batuk Ganal, Zainal Mahang dan Si Bongkok
2. Durian: Si Japang, Si Dodot, dan Si Hijau
3. Waluh; Juai
4. Pisang: Kepok Menurun dan Talas
5. Jeruk: Siam Banjar
6. Kueni Anjir Batola
7. Duku Padang Batung
8. Kencur Papan Kentala
9. Ubi Negara
10. Langsat Tanjung
11. Talas Loksado
12. Kacang Tunggak Negara
Sub Sektor Tanaman Pangan
Produksi tanaman pangan khusus padi mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu pada tahun 2005 sebesar 1.598.835 ton GKG dengan produk-tivitas 34,79 ku/ha naik pada tahun 2006 produksi naik menjadi 1.636.840 ton GKG dengan produktivitas 35,38 ku/ha. Kemudian pada tahun 2007 naik lagi menjadi 1.953.868 ton GKG dengan produktivitas 38,63 ku/ha serta pada tahun 2008 menjadi 1.954.283 ton dengan produktivitas 38,52 ku/ha.
Selama kurun waktu tersebut kenaikan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2007, yaitu sebanyak 317.028 ton atau 19,37 %. Pada Tahun 2007 Departemen Pertanian mencetuskan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), yang langsung direspon oleh Kalimantan Selatan dan dilaksanakan sesuai pedoman umum. Program ini juga didukung pula dengan tersedianya anggaran APBD untuk program pembangunan pertanian berkelanjutan di Kalimantan Selatan.
*) Berdasarkan ASEM 2009
Pencapaian Produksi Hortikultura
Untuk komoditas Hortikultura seperti buah-buahan dan sayur-sayuran di Kalsel selama 5 (lima) tahun (2005 – 2009) mengalami perkembangan produksi.
*) Tahun 2009, data SP Distan TPH
Penghargaan Nasional pada Bidang Pertanian
Tahun 2006, penghargaan tingkat nasional diberikan Bapak Presiden RI kepada:
Willy Mike Susanto, Juara I Kalsel Kategori perorangan, Kel. Guntung Manggis Kec. Landasan Ulin. Tahun 2007, penghargaan tingkat nasional diberikan Bapak Presiden RI kepada :
a. Eko Bambang P, SP dari Kab. HST sebagai Penyuluh Pertanian Teladan.
b. KSM Rumpun Pemuda Tani dari Kec. Pelaihari Kab. Tanah Laut sebagai kelompok tani Agribisnis Tanaman Pangan Kategori Kelompoktani Jagung.
c. Ir. Mujiarto, MS dari Desa Sawang, Kec Tambarangan Kab. Tapin sebagai kelompok tani Agribisnis Hortikultura.
d. Kelompoktani Mukti Raharjo dari Desa Karang Dukuh Kec. Belawang Kab. Batola sebagai Kelompok Pengelola Tata air Mikro (TAM).
Tahun 2008, penghargaan diberikan Bapak Presiden kepada :
a. Gubernur Kalsel Drs. H. Rudi Ariffin, MM pada Bidang Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) .
b. Bupati yang daerahnya mengalami peningkatan produksi padi lebih dari 5% tahun 2007, yaitu Kab. HSU, Tapin, HSS, Tanah Bumbu, Banjar, Balangan, Tanah Laut, Barito Kuala dan Kotabaru.
c. H. Syarkawi dari Kab. HST sebagai Petani Teladan.
d. Rusnadi SPt dari Kab. HSU sebagai Penyuluh Pertanian Teladan.
e. Kelompoktani Bumbuhak dari Desa Pengambau Hulu Kec. Haruyan Kab. HST sebagai Kelompoktani peringkat 3 kategori usahatani padi.
f. Paulus Sesa dari Kec. Amuntai Tengah HSU, Mantri Tani Teladan.

Tahun 2009, penghargaan diberikan Bapak Presiden kepada :
a. Bupati Kabupaten yang daerahnya mengalami peningkatan produksi padi diatas 5% pada tahun 2008, yaitu Kab. Banjar, Kotabaru, Hulu Sungai Tengah dan Tanah Bumbu.
b. Saming SP dari Kec. Banjang Kab. Hulu Sungai Utara sebagai mantritani teladan.
c. M. Fadillah dari Kab. Hulu Sungai Selatan sebagai Petugas Pengamat organisme Pengganggu Tanaman
d. Sugianoor dari Kec. Anjir Pasar Kab. Barito Kuala, Ketua kelompok tani Pos Pengembang Agen Hayati (PPAH)
B. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM ERA REFORMASI
Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan pada paradigma tersebut maka visi pertanian memasuki abad 21 adalah pertanian modern, tangguh dan efisien. Untuk mewujudkan visi pertanian tersebut, misi pembangunan pertanian adalah memberdayakan petani menuju suatu masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan. Hal ini akan dapat dicapai melalui pembangunan pertanian dengan strategi
1. Optimasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi)
2. Perluasan spektrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi teknologi, sumber daya, produksi dan konsumsi
3. Penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi secara dinamis, dan
4. Peningkatan efisiensi sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi pertanian dengan kandungan
IPTEK dan berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan bagi petani dan masyarakat secara berimbang.
Salah satu langkah operasional strategis yang dilakukan dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas adalah Gerakan Mandiri (Gema) yang merupakan konsep langkah-langkah operasional pembangunan pertanian, dengan sasaran untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian petani dalam melaksanakan usaha taninya. Mulai TA 1998/1999 telah diluncurkan berbagai Gema Mandiri termasuk Gema Hortina untuk peningkatan produksi hortikultura.
Gerakan Mandiri Hortikultura Tropika Nusantara menuju ketahanan hortikultura (Gema Hortina), dilaksanakan untuk mendorong laju peningkatan produksi hortikultura. Melalui gerakan ini komoditas hortikultura yang dikembangkan adalah sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat unggulan.
Komoditas yang diutamakan adalah yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar besar dan mempunyai potensi produksi tinggi serta mempunyai peluang pengembangan teknologi. Adapun upaya yang dilaksanakan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya hortikultura unggulan tersebut meliputi penumbuhan sentra agribisnis hortikultura dan pemantapan sentra hortikultura yang sudah ada.
Komoditas unggulan yang mendapat prioritas adalah :
• Sayuran : kentang, cabe merah, kubis, bawang merah, tomat dan jamur
• Buah-buahan : pisang, mangga, jeruk, nenas dan manggis
• Tanaman hias : anggrek
• Tanaman obat : jahe dan kunyit.

Dsar-dasar Perhitungan Perkiraan Pendapatan Negara


TUGAS IV
DASAR-DASAR PERHITUNGAN PERKIRAAN PENDAPATAN NEGARA

A. Konsep Produk Domestik Bruto, Produk Domestik Regional Bruto, dan Pendapatan Nasional
1. Produk Domestik Bruto
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
2. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Dalam menghitung PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional.
Peroduk Domestik Bruto sebagai salah saru indicator ekonomi memuat berbagai instrument ekonomi yang di dalmnya terlihat jelas keadaan makro ekonomi suatu daerah dengan pertumbuhan ekonominya, income perkapita dan berbagai instrument ekonomi lainnya. Dimana dengan adanya data-data tersebut akan sangan membantu pengambil kebijaksanaan dalam perencanaan dan evaluasi sehingga pembangunan tidak salah arah.
Angka PDRB sangat diperlukan dan perlu disajikan, karena selain dapat dipakai sebagai bahan analisa perencanaan pembangunan juga merupakan barometer untuk mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. PDRB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Termasuk sebagai Komponen penyusun PDRB adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagainilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region pada suatu periode (biasanya setahun). Yang dimaksud dengan Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor.
3. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara. Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional:
1. Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Product)
Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah yang bersangkutan
Produk domestik bruto (Gross Domestik Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
2. Produk Nasional Bruto (Gross National Product)
PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu Negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk didalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang berada di luar negeri.
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
3. Produk Nasional Neto (Net National Product)
NNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
4. Pendapatan Nasional Neto (Net National Income)
NNI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dan lain-lain.
5. Pendapatan Perseorangan (Personal Income)
PI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-benar sampai ke tangan masyarakat setelah dikurangi oleh laba ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan social, pajak perseorangan dan ditambah dengan transfer payment.
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposible Income)
DI adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap dibelanjakan oleh penerimanya. Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
2. Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
3. Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M)
B. Manfaat Perhitungan Pendapatan Nasional
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
C. Perbandingan Produk Nasional Bruto dan Pendapatan Perkapita Indonesia dengan Negara Lain
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Data Total personal income / pendapatan perkapita total sebuah negara jarang sekali ada, PDB / Gross domestik product lebih sering digunakan. Pendapatan perkapita total suatu negara biasanya lebih rendah dari PDB negara tersebut.
Tinggi rendahnya PDB atau PNB dan Pendapatan Perkapita suatu Negara oleh Bank Dunia dikelompokkan ke dalam 4 kelompok berdasarkan pendapatan perkapita pada tahun 2003, yaitu:
1. Kelompok Negara berpendapatan rendah (low income economies), yaitu Negara-negara yang memiliki PNB perkapita sekitar $675 atau kurang.
2. Kelompok Negara berpendapatan menengah bawah (low middle income economies), yaitu Negara-negara yang mempunyai PNB perkapita sekitar $675 sampai dengan $2.695.
3. Kelompok Negara berpendapatan menengah atas (upper middle income economies), yaitu Negara-negara yang mempunyai PNB perkapita sekitar $2.695 sampai dengan $8.335.
4. Kelompok Negara berpendapatan tinggi (high income economies), yaitu Negara-negara yang mempunyai PNB perkapita sekitar $8.335 atau lebih.
Besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 4.954 triliun. Sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp 2.082,1 triliun. PDB/PNB (Produk Nasional Bruto) per kapita merupakan PDB/PNB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan sebesar 23,6 % dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007 sebesar R p17,5 juta (US$ 1.942,1).
Sementara itu PNB per kapita juga meningkat dari Rp 16,8 juta pada tahun 2007 menjadi Rp 20,9 juta pada tahun 2008 atau terjadi peningkatan sebesar 24,3 %.
Besaran PDB ini ini merupakan gambaran tahun 2008 meningkat sebesar 6,1 % dibanding tahun 2007. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,1 % didukung oleh sumber utama pertumbuhan komponen ekspor 4,6 %, diikuti konsumsi rumah tangga 3,1 %, pembentukan modal tetap bruto 2,6 %, dan konsumsi pemerintah 0,8 %
Dari sisi penggunaan, PDB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga sebesar 61,0 %, konsumsi pemerintah 8,4 %, pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik 27,7 %, ekspor 29,8 % dan impor 28,6 %.
Semua komponen PDB penggunaan mengalami pertumbuhan pada tahun 2008, dengan pertumbuhan tertinggi pada pembentukan modal tetap bruto sebesar 11,7 %, diikuti oleh pengeluaran konsumsi pemerintah 10,4 %, impor 10,0 %, ekspor 9,5 %, serta pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,3 %.
Dengan perkembangan tersebut, selama 3 tahun terakhir sejak 2004, Indonesia sungguh telah merangsek ke atas, dari peringkat 25–26 bersama Arab Saudi, menjadi peringkat 21 dengan melampaui Austria, Norwegia, Polandia, dan Taiwan.
Kelompok negara yang saat ini mendapatkan sorotan, yaitu Brasil, Rusia, India, dan China atau disingkat BRIC. Brasil berada pada peringkat 12 dunia, sementara Rusia ada pada peringkat 9 dunia. India menggantikan Kanada menjadi peringkat 10 dunia, sedangkan China akan melampaui Jerman menduduki peringkat tiga.
Dalam prediksi Economist, Indonesia diperkirakan akan mencapai PDB sekitar USD462 miliar. Angka ini melampaui Swiss yang mulai agak tertinggal di belakang (diprediksi akan memperoleh PDB USD424 miliar pada 2008 ini). Persis di atas Indonesia,ada Swedia dan Belgia. Kedua negara tersebut diperkirakan akan memperoleh PDB sekitar USD464 dan USD465 miliar. Bayangkan, hanya sedikit sekali selisih PDB antara ketiga negara tersebut.
Ini berarti, jika seperti 2007 yang lalu Indonesia mampu menunjukkan pencapaian PDB yang jauh lebih besar dari prediksi tersebut, sangat mungkin Indonesia akan melampaui Swedia dan Belgia pada tahun ini. Indonesia sangat mungkin memperoleh PDB sekitar USD500 miliar pada 2008. Jika ini terjadi, tahun ini juga Indonesia akan masuk sebagai bagian dari 20 besar dunia, bahkan akan menduduki peringkat 18. (www.setneg.go.id)

Distribusi pendapatan dan kemiskinan


TUGAS IV
Distribusi pendapatan dan kemiskinan

Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak.
Setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkan data pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar.
Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil.
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.

Perhitungan Pendapatan Nasional


TUGAS IV
Perhitungan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Konsep
Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional
• Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.

Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara:
• Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
• Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
• Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
• Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
• Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
Penghitungan
Jasa perbankan turut memengaruhi besarnya pendapatan nasional
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
• Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
• Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
• Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M)
Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :
g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%
g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB riil tahun kemarin
Contoh soal :
PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 ?
jawab :
g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%
Manfaat
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Faktor yang memengaruhi
• Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.

Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan nasional. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
• Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
• Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.