Nama : Indah Dwi Lestari
NPM : 23210491
Kelas : 4EB18
1.
Jelaskan bagaimana audit sosial independen
dan mekanisme perlindungan formal dapat mendorong perilaku etis?
Jawab:
Audit sosial
yang independen, yang mengevaluasi keputusan dan praktek manajemen dalam hal
kode etik organisasi, meningkatkan hal itu. Audit tersebut dapat berupa evaluasi
secara teratur atau mereka dapat terjadi secara acak tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu. Sebuah program etika yang efektif mungkin membutuhkan
keduanya. Untuk menjaga integritas, auditor harus bertanggung jawab kepada
dewan direktur perusahaan dan menyajikan temuan langsung ke mereka. Susunan ini
memberikan pengaruh kepada auditor dan mengurangi kesempatan untuk balas dendam
dari mereka yang diaudit.
2.
Jelaskan tahapan pengembangan
moral Lawrence Kohlberg!
Jawab:
Tahap – tahap
perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Dalam
penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya
pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan
mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang
masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional,
konvensional
dan pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional
sering kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai
baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari
segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang
yang baik dan yang buruk. Tingkat
ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh
tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan
sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada
tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan
dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat
yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan
tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan
tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan
utama menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas
dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi
yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan
pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat
usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki
keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Pada tingkat prakonvensional kita
menemukan:
Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap
kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai
manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan
kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan
antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur
kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu
selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku
akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima
kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional
kita menemukan:
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau
Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain,
dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan
gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas
atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat,
ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan
digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan berperilaku
”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata
aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan
rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu
demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku
menurut kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional
kita melihat:
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan
utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak
bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh
seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai
relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada
prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang
disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah
merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan
atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam
kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang
legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur
kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan
mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang
dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan
konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas,
kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai
keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat
terhadap martabat manusia sebai person individual.
Sumber:
3.
Jelaskan pendekatan “wortel dan
tongkat” atau the carrot and stick concept!
Jawab:
Teori wortel
dan tongkat tentang motivasi (seperti teori fisika Newton) berlaku dengan baik
di bawah situasi tertentu. Alat pemuas kebutuhan psikologi manusia dan dalam
batas tertentu kebutuhan keamanan dapat disediakan atau tidak diberikan oleh
manajemen. Pekerjaan itu juga merupakan alat demikian juga uaph kerja, kondisi
kerja dan keuntungan. Dengan alat-alat tersebut individu dapat dikendalikan
selama dia berusaha untuk mencari nafkah.
Tetapi teori
wortel dan tongkat tidak berlaku sekaligus jika seseorang telah mencapai level
penghidupan yang cukup dan termotivasi akan kebutuhan pada level yang lebih
tinggi. Manajemen tidak dapat menyedia kanrasa hormat pada diri untuk
seseorang, atau rasa hormat dari kelompoknya atau pemuasan kebutuhan akan
pemenuhan diri. Ini dapat menciptakan suatu kondisi dimana dia didorong untuk
mencari pemuasan bagi dirinya sendiri atau ini dapat menghalanginya dengan
gagalnya terciptanya kondisi itu.
Tetapi
penciptaan kondisi tersebut bukanlah kendali. Ini bukanlah alat yang
bagus untuk mengarahkan perilaku. Dan sehingga manajemen menemukan dirinya pada
posisi yang ganjil. Standar kehidupan tinggi yang diciptakan oleh teknologi
modern menyediakan pemenuhan kebutuhan psikologi dan kebutuhan keamanan secara
mencukupi. Pengecualian yang cukup signifikan adalah dimana praktek manajemen
tidak dapat menciptakan kepercayaan diri—dan maka dari itu kebutuhan keamanan
terhalangi. Tetapi dengan membuat pemuasan yang memungkinkan akan kebutuhan level
rendah, manajemen menghalangi dirinya sendiri terhadap kemampuan untuk
menggunakan hal-hal yang dipercaya oleh teori konvensional—penghargaan, janji,
insentif atau ancaman dan alat pemaksa lainnya—sebagai motivator.
Filosofi
manajemen tentang arahan dan kendali—dengan mengabaikan keras atau
lemahnya—tidaklah cukupuntuk memotivasi karena kebutuhan manusia yang
menggunakan pendekatan ini sekarang menjadi motivator perilaku yang tidak
penting. Arahan dan kendali menjadi tidak berfungsi dalam memotivasi orang-orang
yang kebutuhan pentingnya adalah kebutuhan sosial dan egoistis. Pendekatan
keras maupun lemah gagal karena tidak lagi relevan dengan situasi sekarang.
Orang-orang
yang kehilangan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan yang penting bagi diri
mereka di tempat kerja berlaku tepat seperti yang diperkirakan—dengan
kemalasan, sikap pasif tidak mau berubah, kurang bertanggung jawab, kemauan
mengikuti peminpin, permintaan tak beralasan akan keuntungan ekonomis. Hal ini
akan membuat kita terlihat terjebak dalam jaring yang kita buat sendiri.
4.
Carilah beberapa contoh perilaku
tidak etis min.5!
Jawab:
CONTOH PERILAKU TIDAK ETIS:
1. Penjualan produk ke luar negeri yang sudah terbukti merusak kesehatan dan tidak diperbolehkan didalam negeri.
2. Perusahaan makanan bayi yang memaksakan suatu formula bagi bayi dibanyak negara miskin sementara air susu ibu akan lebih sehat bagi bayi.
3. Mengambil barang-barang kantor untuk dibawa pulang.
4. Berbohong dengan alasan sakit untuk menutupi pekejaan yang tidak beres.
5. Perusahaan membayar upah pekerja yang rendah dibeberapa negara berkembang untuk membuat sepatu mereka yang berharga tinggi.
6. Penipuan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
7. Penjualan produk yang sudah kadarluwarsa.
1. Penjualan produk ke luar negeri yang sudah terbukti merusak kesehatan dan tidak diperbolehkan didalam negeri.
2. Perusahaan makanan bayi yang memaksakan suatu formula bagi bayi dibanyak negara miskin sementara air susu ibu akan lebih sehat bagi bayi.
3. Mengambil barang-barang kantor untuk dibawa pulang.
4. Berbohong dengan alasan sakit untuk menutupi pekejaan yang tidak beres.
5. Perusahaan membayar upah pekerja yang rendah dibeberapa negara berkembang untuk membuat sepatu mereka yang berharga tinggi.
6. Penipuan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
7. Penjualan produk yang sudah kadarluwarsa.
5.
Apa yang dimaksud dengan:
a.
Penyimpangan di tempat kerja
b.
Penyimpangan hak milik
c.
Penyimpangan politik
d.
Penyimpangan produksi
Jawab:
a.
Penyimpangan di tempat kerja
Penyimpangan
di tempat kerja adalah perilaku tidak etis yang melanggar norma-norma organisasi
mengenai benar atau salah.
b.
Penyimpangan hak milik
Perilaku tidak etis terhadap harta milik perusahaan. Misalnya:
menyabot, mencuri atau merusak peralatan, mengenakan tarif jasa yang lebih
tinggi dan mengambil kelebihannya, menipu jumlah jam kerja, mencuri dari
perusahaan lain.
c.
Penyimpangan politik
Penyimpangan politik yaitu menggunakan pengaruh
seseorang untuk merugikan orang lain dalam perusahaan. Misalnya: mengambil
keputusan berdasarkan pilih kasih dan bukan kinerja, menyebarkan kabar burung
tentang rekan kerja, menuduh orang lain atas kesalahan yang tidak dibuat.
d.
Penyimpangan produksi
Perilaku
tidak etis dengan merusak mutu dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang
lebih awal, beristirahat lebih lama, sengaja bekerja lamban, sengaja
membuang-buang sumber daya.